Diberdayakan oleh Blogger.

Mi perfil

RSS

Euthanasia pro dan kontra



2.1. Pengertian Euthanasia


Kata euthanasia  berasal dari Bahasa Yunani: ευθανασία.  Ευ (eu) yang artinya "baik", dan θάνατος (thanatos) yang berarti “kematian”. Secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai ‘mati yang layak’ atau ‘mati yang baik (good death)’.  Dalam arti aslinya (Yunani) kata ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai, namun bukan pada percepatan kematian. Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy killing). Euthanasia secara umum adalah suatu usaha/tindakan medis yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri suatu kehidupan, baik dengan menggunakan alat-alat bantu yang memudahkan kematian misalnya memberikan obat yang berdosis tinggi atau suntik mati maupun tidak menggunakan alat bantu sama sekali misalnya menghentikan pengobatan bagi penderita kanker yang sudah kritis dan dalam keadaan koma. Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan memiliki arti “mati baik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”
Wismady Wahono S. mengatakan bahwa eutanasia adalah; “Pemahaman yang mencakup segala usaha yang tertuju kepada matinya seseorang pasien secara tenang, damai dan tanpa rasa sakit. Beliau mengemukakan 4 (empat) macam eutanasia. Pertama, pemberian penjelasan-penjelasan jasmaniah dan rohaniah, khususnya kepada pasien menjelang saat kematiannya, tanpa usaha memperpendek hidupnya. Kedua, menolong si pasien dengan kemungkinan memperpendek hidup. Ketiga, memberikan penyebab kematian, dengan atau tanpa permintaan sipasien, misalnya pada pasien yang mengalami penderitaan yang tak tertahankan. Keempat, pembinasaan terhadap hidup yang dianggab ‘tidak ada manfaatnya’ lagi” (Vokatio Dei, 1990: 46).                  

2.2  Klasifikasi Euthanasia

a.       Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi menjadi:
1.      Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit
2.      Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.
b.      Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., ahli hukum kedokteran dan staf pengajar pada Fakultas Hukum UNPAD dalam artikel harian Pikiran Rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat dibedakan menjadi:
1.      Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh pasien.
Euthanasia aktif ini dibedakan dalam dua bagian:
-           Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien dengan cara misalnya di suntik mati. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing.
-           Euthanasia tidak langsung adalah dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.   Dokter hanya membantu pasien, misalnya dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis besar.  Euthanasia ini biasanya disebut “bunuh diri berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter” (tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun tidak bisa).

2.      Euthanasia pasif, yaitu perbuatan yang menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan kehidupan manusia.  Dalam hal ini, dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya: dengan mencabut alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi merawat pasien di RS.  Hal ini terjadi untuk pasien yang benar-benar sudah terminal, dalam arti tidak bisa disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan kasus malpraktik.  Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
c.       Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.      Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan. Autoeuthanasia. Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
2.      Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi pasien
3.      Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal controversial.
d.      Berdasarkan tujuan euthanasia dibedakan menjadi :
1.       Pembunuhan berdasarkan belas kasihan
2.      Eutanasia hewan
3.      Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela.

2.3.   Euthanasia dalam pandangan alkitab

Dalam menyikapi soal euthanasia ini, ada banyak pro-kontra. Para pendukung atau pro euthanasia berpendapat bahwa orang sakit harus memiliki hak untuk mengakhiri penderitaan mereka dengan cara kematian cepat, bermartabat dan penuh kasih.   Beberapa alasan yang diungkapkan pro-euthanasia adalah:
1.      Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya.
2.      Adanya hak ‘privacy’ yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang berhak sesuai privacy-nya.
3.      Euthanasia adalah tindakan belas – kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.
4.      Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis.
5.      Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.
6.      Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen
Memahami pendapat yang pro euthanasia ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendapat tersebut berdasarkan pada semboyan menyangkut otonomi, keinginan individu yang harus diperlakukan secara istimewa.  Inti dari pro euthanasia ini adalah pilihan pribadi dan kesadaran diri dengan sedikit bantuan dari orang lain (dokter, keluarga atau teman-temannya sendiri). 
Menurut pandangan agama Kristen, euthanasia ini tidak berjalan beriringan dengan apa yang tertulis dalam alkitab. Praktek euthanasia adalah salah karena melanggar prinsip bahwa kehidupan itu diberikan oleh Allah. Allah tidak menyetujui “tangan yang menumpahkan darah orang tidak bersalah”(Amsal 6:16,17). Kehidupan berasal dari Allah dan keputusan hanya berasal dari Allah untuk memberi kehidupan dan mengambilnya kembali (Pengkhotbah 12:7; Ayub 1:21). Dalam Alkitab, “menumpahkan darah orang yang tidak bersalah” disebut pembunuhan (1 Yohanes 3:15; Kejadian 9:6).
Hidup adalah pemberian Tuhan (Kejadian 2:7). Manusia menjadi makhluk hidup setelah Tuhan Allah menghembuskan napas kehidupan kepadanya (band. Yehezkiel 37:9-10). Napas kehidupan diberikan TUHAN sehingga manusia memperoleh kehidupan. Tugas manusia tidak lain kecuali memelihara kehidupan yang diberikan oleh Tuhan (Efesus 5:29 “sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat”). Bukan hanya kehidupan yang sehat, tetapi juga hidup yang dirundung oleh penderitaan, hidup yang sakit, harus dipelihara. Maka penderitaan harus dapat diterima sebagai bagian kehidupan orang percaya (Roma 5:3) termasuk penderitaan karena sakit. Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.  Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang- kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Demikian juga para dokter yang melakukan euthanasia bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan, yaitu memperpendek umur. Salah satu contoh kasus dalam Perjanjian Lama yang hampir menjadi kasus euthanasia adalah kasus Saul yang meminta kepada pembawa senjatanya untuk menikamnya. Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya (1 Samuel 31:4).  Raja Saul berada pada ambang keputus-asaan dan merasa sudah tidak ada jalan keluar selain mengakhiri penderitaannya.  Euthanasia diminta atau dilakukan karena alasan tidak tahan menderita, baik karena penyakit (rasa sakit) maupun oleh penghinaan di medan perang (rasa malu). Kasus Saul mirip dengan kasus Abimelekh (Hakim 9:54); takut disiksa dan dipermalukan adalah alasan melakukan euthanasia. Kasus euthanasia adalah kasus kematian yang dipaksakan, dan hal ini masuk dalam kategori pembunuhan.  Dalam Keluaran 20:13, dengan tegas firman Tuhan berkata: “Jangan membunuh.”  Dengan demikian tidak ada alasan moral apapun yang mengijinkan pembunuhan, dan manusia itu sendiri tidak memiliki hak untuk menentukan kematiannya, karena kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). 
Dalam Alkitab, penderitaan mempunyai fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4), penderitaan melahirkan ketekunan, pengharapan yang tidak mengecewakan dan kesempurnaan hidup. Jika pro euthanasia mengatakan bahwa mengakhiri penderitaan seseorang adalah sikap murah hati, berarti penderitaan dijadikan sebagai alat pembenaran praktek.  Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah suatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia, itu sama artinya menghalalkan segala cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak bisa diterima secara moral maupun keyakinan Kristen.  Euthanasia kalau secara moral, tidak dapat diterima dari perspektif dan etika kristen karena hal ini menolak kedaulatan Allah atas hidup manusia sekaligus telah membuat manusia dapat menentukan kematiannya sendiri, sedangkan seperti kita ketahui bahwa Allah yang menciptakan manusia dan Dia pula yang berkenan atas hidup manusia sehingga yang berhak untuk menentukan dan mengambil hidup manusia (kematian) adalah Allah sendiri. Hal ini juga telah ditulis dalam Kitab Kejadian, bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu.                       
Masalah Eutanasia ini tidak secara tersurat ditulis dan dibahas dalam Alkitab PL maupun PB. Namun secara umum, sikap gereja sejak zaman Bapa-Bapa gereja sampai kini, dengan tegas menolak Eutanasia ini (Edward & Darrel). Keberatan utama yang dikemukakan oleh mereka adalah karena Euthanasia itu merupakan pembunuhan. Dasar teologis yang dipegang oleh mereka yaitu dalah hukum taurat ke 6 yang menyebutkan dengan tegas, “ jangan membunuh” (Kel 20:13).
Sering banyak orang menjadi salah persepsi bahwa euthanasia itu baik untuk dilakukan karena merupakan perbuatan kasih dan belas kasihan. Tetapi mereka ternyata keliru, sebab tidak mungkin Tuhan mengajarkan manusia untuk saling mengasihi bila pada akhirnya manusia jugalah yang membunuh mereka, jika itu kita tetap lakukan maka kita sama dengan orang yang tidak percaya Tuhan. Ketika kita melihat orang yang sudah sekarat bertahun-tahun dan sangat menderita, beberapa kelompok orang sering secara cepat mengambil keputusan karena merasa kasihan dan mengambil tindakan yang menurut mereka baik agar orang tersebut tidak lagi hidup dalam kondisi yang menderita, tindakan baik yang kebanyakan kita lakukan yaitu meminta tolong dokter atau para medis untuk ‘membunuh’nya, hal itu juga dipicu karena orang ini sudah terlalu menyusahakan keluarganya. Jika kita memang berpikir dan melakukan hal semacam itu, kita sama dengan mengtuhankan diri kita sendiri sebagai ‘tuhan’ yang dapat menentukan hidup atau matinya orang ini. Pada dasarnya pihak-pihak yang menyetujui euthanasia dapat dilakukan, beranggapan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Ini merupakan tindakan dan pola pikir yang salah dari pihak yang mendukung Eutanasia sebab seperti yang kita ketahui bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Pelaksanaan eutanasia atas pertimbangan permintaan  pasien karena tidak tertahankan lagi rasa sakit yang diderita bukanlah legitimasi yang dapat dibenarkan. Sekalipun penyakit seseorang sudah divonis oleh ilmu kedokteran tidak bisa lagi disembuhkan, dalam hal inipun usaha-usaha eutanasia tidak dapat ditolelir, karena pemikiran tersebut menutup peluang terhadap muzizat Tuhan untuk bekerja.
Selain itu, salah satu alasan mengapa melakukan euthanasia adalah ketika suatu keluarga merasakan ketidaksanggupannya dalam membayar biaya perawatan untuk si penderita dan membiarkannya hidup hanyalah membuang-buang uang saja. Apakah nilai kehidupan ini bisa dibayarkan oleh sejumlah uang? Hidup dan mati seseorang tidak dapat diukur dengan uang, karena kehidupan kita lebih berharga daripada uang atau apapun juga, uang itu berasal dari hidup kita dan kita yang menghasilkan uang, uang itu bisa saja habis dan musnah karena dipakai atau digunakan oleh kita, namun Tuhan Allah menciptakan kita didunia ini untuk hidup bukan untuk mati. Jadi selama pasien masih memiliki kesempatan untuk hidup mengapa orang lain justru ingin mengakhiri hidupnya. Oleh karena itulah hidup kita ini lebih berharga daripada uang dan tak bisa diukur dengan nilai apapun.
Seseorang yang menderita penyakit yang sudah tak ada harapan lagi tersebut sebenarnya tidak pernah ingin menghadapi situasi seperti itu, dan ketika pihak keluarga ingin melakukan euthanasia, maka keputusan ini hanya akan mempengaruhi kondisi psikologis pasien. Karena ketika ia diperhadapkan pada pilihan hidup atau mati, dan orang-orang sekitarnya lebih ingin ia untuk mati, maka pasien tersebut akan merasa tertolak oleh keluarga dan kondisinya akan semakin parah karena depresi. Pembinasaan terhadap hidup yang dianggap ‘tidak ada manfaatnya’ lagi. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang sebenarnya. Tidak ada hidup ‘yang tidak ada manfaatnya’. Manfaat hidup yang sesungguhnya harus kita lihat dalam korelasinya dengan penciptanya bukan dalam hal hubungannya dengan penyakit yang diderita ataupun dalam hubungannya dengan pihak keluarga yang menganggabnya tidak berarti lagi. Sebenarnya, jika memang merasa kasihan, tindakan kasihan itu tidaklah dilakukan dengan cara menghabisi hidupnya. Karena kasih sayang itu bukan dengan cara membunuh. Euthanasia ini dapat dilakukan dengan cara memberhentikan alat-alat medis yang fungsinya menunjang kehidupan pasien. Menurut kelompok kami, mengapa alat yang menunjang tersebut harus dilepas dari pasien kalau kehidupannya bisa didukung dengan alat tersebut? Alat-alat yang dilepas dari pasien hanya membuatnya akan mati dan itu sama saja dengan membunuhnya, sehingga alat tersebut tidak perlu dilepas selama alat itu masih menunjang diri pasien tersebut untuk hidup. Mengenai birokrasi rumah sakit yang sering kali menunda tindakan penyembuhan jika administrasinya belum selesai, menurut kami hal tersebut bukanlah tindakan euthanasia, karena euthanasia adalah suatu bentuk kematian yang disengaja agar tidak merasakan sakit, sedangkan penundaan tindakan pengobatan oleh rumah sakit, bukanlah bertujuan untuk memberikan kematian yang “nyaman”. Masalahnya disini adalah dokter belum bertanggungjawab atas pasien sebelum pasien tersebut sudah berada didepannya, jadi selagi pasien masih berurusan dengan birokrasi rumah sakit, pasien masih tanggungan keluarga. Untuk mengurangi hal-hal seperti ini, pemerintah Indonesia harus semakin ketat terhadap peraturan hukum yang terdapat pada pasal 304 KUHP, dimana penundaan pengobatan akibat administrasi yang belum selesai yang adalah suatu tindakan yang disengaja, bisa berkurang. Seharusnya, administrasi bisa dilakukan setelah pasien ditangani agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hidup dan mati adalah hak prerogatif Tuhan sebagai Sang Pencipta. Allah telah memberi kita hak untuk membuat pilihan dalam kehidupan ini.  Manusia lebih berharga daripada materi (band. Matius 5, tentang khotbah di Bukit). Alasan-alasan seperti rasa kasihan melihat penderitaan pasien, alasan ekonomi, atau kerepotan mengurus pasien, tidak bisa mengesampingkan hak prerogatif Allah tersebut.
Jadi menurut kami, euthanasia merupakan salah satu praktek kedokteran yang tidak bermoral. Jika euthanasia dilakukan bedasarkan permintaan pasien, kita perlu menyadari bahwa tidak seorang pun yang dapat menentukan kematianya. Secara tidak langsung permintaan tersebut sama dengan bunuh diri. Jika euthanasia dilakukan dengan alasan untuk mengurangi beban penderitaan pasien atau alasan ekonomi keluarga yang tidak mampu, tentu saja hal ini melanggar hak asasi si pasien. Pengakhiran kehidupan tanpa sepengetahuan pasien sudah termasuk dalam kategori tindak pidana pembunuhan. Sesuai dengan sumpahnya, seorang dokter seharusnya berusaha untuk mempertahankan kehidupan pasien sampai batas akhir kesanggupannya. dalam kode etik kedokteran (1969) juga dinyatakan bahwa dokter harus mengerahkan kepandaian dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup, tetapi tidak dengan cara mengakhiri hidup setiap pasien.

2.4.  Euthanasia dalam pandangan hukum di Indonesia

Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dari ketentuan tersebut, ketentuan yang berkaitna langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP : barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.
Pasal 340 KUHP : Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati
atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 : Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
 Pasal 345 : Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAHAN RESTORASI TUMPATAN

bahanrestorasitumpatan

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Beberapa etiologi karies adalah: (Bakar,2011)
  1. Host dan gigi 
  2. Karbohidrat : sukrosa dan glukosa, dapat difermentasikan oleh bakteri
  3. Bakteri : membentuk asam 
  4.  Waktu: penurunan ph dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi
Berdasarkan jumlah permukaan yang terlibat, karies dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  •  Simple cavity/ kavitas sederhana (satu permukaan) 
  •   Compound cavity/ kavitas majemuk (dua permukaan)
  •   Complex cavity / kavitas kompleks (lebih dari 2 permukaan)
    Selain itu GV Black mengklasifikaskan karies gigi berdasarkan lokasi permukaan karies. Klasifikasi  GV Black menjadi acuan dalam melakukan preparasi gigi yang sesuai (Bakar,2011)
Klasifikasi I : karies yang terjadi pada fit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar serta pada pit bukal dan lingual, serta pit pada bagian lingual gigi insisivus, begitu juga dengan karies yang terjaid pada bagian labial
Klasifaksi II: Karies yang melibatkan bagian proksimal gigi premolar dan molar, pemeriksaan radiograf sangat penting untuk mendeteksi karies kelas II
Klasifikasi III : Karies yang melibatkan permukaan proksimal gigi insisivus dan kaninus
Klasifikasi IV : Karies yang terjadi pada bagian proksimal dan telah melibatkan bagian insisal gigi insisivus dan kaninus
Klasifikasi V : Karies yang terjadi pada sepertiga ginggival pada permukaan fasial dan lingual pada semua gigi
Klasifikasi VI : Karies yang terjadi pada insisal gigi insisivus dan kaninus pada tonjol gigi molar dan premolar dan biasanya disebabkan oleh atrisi.

Perawatan Gigi Karies:
Perawatan pada gigi yang mengalami karies gigi akan sangat bergantug kepada jaringan yang tersisa, permukaan yang terlibat, jenis bahan yang sesuai , serta estetika yang diharapakan.
Prinsip-prinsip Preparasi:(Bakar,2011)
  1. Outline Form (menetukan batas-batas perluasan)= Membuang semua jaringan karies dan fisur yang dalam, membuang jarinagn emaol yang tidak didukung dentin
  2. Resistance Form= Membentuk kavitas agar restorasi maupun giginya tidak pecah atau tahan terhadap tekanan pengunyahan 
  3.  Retention Form= membentuk kavitas agar restorasi tidak bergerak dan tidak mudah lepas
  4. Convenience Form= membentuk kavitas yang memudahkan pemasukan atau insersi atau pemasangan bahan restorasi 
  5.  Removing The Remaining of The Carious Dentin=  membuang jaringan keras yang masih tersisa
  6. Finishing The Enamel Wall and Margin= menghaluskan dan membentuk sudut pada dinidng email 
  7. Toilet of The Cavity= membuang semua jaringan keras yang masih tertinggal, memeriksa dan menghaluskan dinding kavitas, serta mengeringkan kavitas dengan kapas.
Macam-macam restorasi gigi
Ada 2 macam restorasi gigi, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung artinya bahan tambalan diletakkan segera ke lubang gigi yang sudah dibersihkan dalam satu kunjungan. Termasuk di dalamnya adalah amalgam, ionomer kaca, resin ionomer, dan resin komposit. Secara tidak langsung artinya diperlukan dua atau lebih kunjungan. Pada kunjungan pertama, dokter gigi akan mempersiapkan gigi yang akan direstorasi dan membuat cetakan gigi yang akan direstorasi. Pada kunjungan berikutnya, restorasi yang sudah jadi akan direkatkan pada lubang yang sudah disiapkan.
Bahan Restorasi Tumpatan Secara Langsung
a.       KOMPOSIT
Komposit adalah suatu campuran dari dua material atau lebih, masing-masing materialnya memberikan kontribusi pada sifat resin komposit.
Struktur Resin Komposit:(Soraya,2010)
a) Bahan utama/Matriks resin
Kebanyakan resin komposit menggunakan campuran monomer aromatic dan atau aliphatic dimetacrylate seperti bisphenol A glycidyl methacrylate (BIS-GMA), selain itu juga banyak dipakai adalah tryethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), dan urethane dimethacrylate (UDMA) adalah dimethacrylate yang umum digunakan dalam komposit gigi
b) Filler
Dikenali sebagai filler inorganik. Filler inorganik mengisi 70 persen dari berat material. Beberapa jenis filler yang sering dijumpai adalah berbentuk manik-manik kaca dan batang, partikel seramik seperti quartz (SiO2), litium-aluminium silikat (Li2O.Al2O3.4SiO2) dan kaca barium (BaO) yang ditambahkan untuk membuat komposit menjadi radiopak.
Penambahan partikel filler dapat memperbaiki sifat resin komposit: Lebih sedikit jumlah resin, pengerutan sewaktu curing dapat dikurangi
c) Coupling agent
Komponen penting yang terdapat pada komposit resin yang banyak dipergunakan pada saat ini adalah coupling agent. Coupling agent memperkuat ikatan antara filler dan matriks resin dengan cara bereaksi secara khemis dengan keduanya. Ini membolehkan lebih banyak matriks resin memindahkan tekanan kepada partikel filler yang lebih kaku.
d) Bahan penghambat polimerisasi
Merupakan penghambat bagi terjadinya polimerisasi dini. Monomer dimethacrylate dapat berpolimerisasi selama penyimpanan maka dibutuhkan bahan penghambat (inhibitor). Sebagai inhibitor, sering digunakan hydroquinone, tetapi bahan yang sering digunakan pada saat ini adalah monometyhl ether hydroquinone.
e) Penyerap ultraviolet (UV)
Ini bertujuan meminimalkan perobahan warna karena proses oksidasi. Camphorquinone dan 9-fluorenone sering dipergunakan sebagai penyerap UV.
f) Opacifiers
Tujuan bagi penambahan opacifiers adalah untuk memastikan resin komposit terlihat di dalam sinar-X. Bahan yang sering dipergunakan adalah titanium dioksida dan aluminium dioksida.
g) Pigmen warna
Bertujuan agar warna resin komposit menyamai warna gigi geligi asli. Zat warna yang biasa dipergunakan adalah ferric oxide, cadmium black, mercuric sulfide, dan lain-lain. Ferric oxide akan memberikan warna coklat-kemerahan. Cadmium black memberikan warna kehitaman dan mercuric sulfide memberikan warna merah

Sifat-sifat  resin komposit:
adaptasi tepi baik, resistensi terhadap abrasi baik, ekspansi termal rendah, pengkerutan selama polimerisasi, perlekatan secara mikromekanis, tidak menggunakan fluor (untuk beberapa kasus dengan high risk caries maka dengan menggunakan resin komposit kombinasi SIK berupa kompomer ataupun IKMR).
Menurut Jurnal e-Gigi (2013), Untuk mendeteksi terjadinya kebocoran tepi tumpatan pada restorasi resin komposit maka harus dilakukan pemeriksaan klinis pada rongga mulut dengan cara pengamatan dan tes sensitivitas dengan menggunakan sonde. Bila telah terjadi kebocoran tepipadatumpatan maka dampak pada gigi akan terlihat, yaitu telah terjadi karies sekuder, marginal stain, dan diskolorisasi gigi. Penyebab terjadinya kebocoran tepi tumpatan resin komposit adalah kegagalan adaptasi restorasi terhadap dinding kavitas akibat perbedaan koefisien thermal ekspansiresin komposit, dentin dan enamel, serta kesulitan karena adanya kelembapan mikroflora yang ada karena lingkungan mulut yang bersifat asam. Kebocoran tepiakan semakin membesar bila tidak ada sisa email yang mendukung.
      Macam-macam resin komposit:(Bakar,2011)
1.      Komposit Fowable
Karakteristiknya merupakan komposit dengan viskositas rendah, perlu aktivasi sinar, terutama untuk lesi servikal, restorasi untuk gigi decidui, restorasi kecil dan bebas   tekanan pengunyahan, dimethacrylate resin dan bahan pengisi anorganik dengan ukuran 0.4-3µm. Volume bahan pengisi 42-53%, mempunyai modulus elastisitas rendah, pengkerutan polimerisasi tinggi karena bahan pengisi sedikit dan aplikasinya langsung dari syringekarena mempunyai viskositas rendah
2.      Komposit Packable
Diindikasikan: kavitas kelas I,II,DAN IV (Mesial Oklusal Distal), perlu aktivasi sinar dan  dimethacrylate resin dan bahan pengisi (volume 66-70%)

Perbandingan  komposit dengan tipe bahan restorasi tumpatan yang lain dapat dilihat sebagai berikut:
Tipe/bahan
penggunaan
All-purpose composite
Kelas I,II,II,IV,V, dan pasien dengan resiko karies rendah
Microfilled composite
Kelas III,IV
Nanofilled composite
Kelas I,II,II,IV,V
Packable composite
Kelas I,II,IV (Mesial,Oklusal,Distak = MOD)
Flowable composite
Lesi servikasl, restorasi gigi decidui, kavitas kecil, tekanan kuyah rendah
Komposit dibuat di lab
Kelas II, 3 unit bridge (dengan fiber reinforce), veneer modifikasi logam
Kompomer
Lesi servikal, kelas III,V,gigi decidui, kelas I,II, pada anak-anak, teknik sandwich (kelas II), pada pasien dengan resiko karies sedang
Hybrid ionomer
Lesi servikal, kelas III,gigi decidui, kelas I pada anak-anak, teknik sandwich (kelas II), pada pasien dengan resiko karies tinggi
Glass ionomer
Lesi servikal,restorasi V pada orang dewasa, pada pasien dengan resiko karies tinggi

Keuntungan menggunakan resin komposit yaitu: lebih estetis, mempertahankan struktur gigi (conservative approach), berikatan pada struktur gigi dengan bahan bonding, menutup margin restorasi dan memperkuat sisa struktur gigi dan radiopak, mengevaluasi kontur, marginal adaptasi dan membedakan antara restorasi, lesi karies dan struktur gigi sehat.
Kerugian menggunakan resin komposit yaitu: terjadi pengkerutan saat polimerisasi, terjadi lesi karies sekunder dan dmengabsorpsi air (hydrolytic breakdown)

Cara aplikasi komposit (dengan bonding generasi 5):(Bakar,2011)
  1.  Isolasi daerah kerja menggunakna cotton roll, sebelumnya kavitas telah dibersihkan dan dikeringkan
  2. Aplikasi cavity clenser sebelum (untuk menghilangkan smear layer dan melindungi tubulus dentalis) dan setelah pengetsaan (mensterilkan daerah kerja dan membuat daerah kerja tetap moist) 
  3.  Aplikasi pengetsaan dengan mikribrush atau paper point dari email ke dentin, menggunakan asam fosfat 30% hingga email terlihat pucat atau memutih  (15 detik), kemudian cuci bersih dan keringkan dengan semprotan udara hingga moist tidak terlalu kering 
  4.   Dilakukan pemasangan Matrix Band (pada kelas II), atau seluloid strip pada kelas III dan IV
  5. Genangi bonding selama 10 detik, hingga bahan bonding masuk/mengalir ke mokropit dan mikroporositas, kemudian angin-angin dengan semprotan udara. Lalu sinar selama 20 detik mengguankan LC
  6. Aplikasikan komposit selapis demi selapis menggunakan plastis instrumen dan jangan lupa melakukan kondensasi (pemadatan) dengan kondensor. Lalu sinari selama 20 detik 
  7.  Lakukan finishing untuk menghaluskan sisi yang masih kasar dengan menggunakan finishing bur (gelang kuning), bagian proksimal (pada kelas II,III,IV,menggunakan finishing strip), lalu lakukan cek oklusi dengan artikulating paper bila masih terdapat traumatik maka bagian tersebut dikurangi 
  8. Polishing dengan menggunakan finishing strip hingga terbentuk baguan proximal dan menggunakan enhance
                                                    komposit

b.      GLASS IONOMER CEMENT
Komposisi glass ionomer cement adalah serbuk  (calcium fluoroaluminosilicate glass) dan cairan  (poly (alkenioid acid) liquid).
Glass ionomer cement memiliki beberapa keunggulan antara lain: dapat berikatan secara kimiawi dengan gigi, dapat berikatan pula dengan email dan dentin, dapat melepaskan fluoride, memiliki stabilitas dimensi tinggi, serta mempunyai sifat biokompatibilitas (Bakar,2011).
Indikasi glas ionome cement adalah:
-          Restorasi pada lesi erosi/ abrasi tanpa preparasi kavitas
-          Penutupan/penumpatan pit dan fisura oklusal
-          Restorasi gigi decidui
-          Restorasi lesi karies kelas V
-          Restorasi lasi karies kelas III, diutamakan yang pembukaan nya dari lingual atau palatinal belum melibatkan bagian labial

Glass ionomer cement memiliki beberapa tipe yakni:
Tipe 1: luting                                            Tipe 6 : core build up
Tipe 2 : restorasi                                       Tipe 7 : fluoride release
Tipe 3 : lining/base                                   Tipe 8 : ART
Tipe 4 : fissure sealant                              tipe 9   : Decidui restoration
Tipe 5 : orthodontic cement
Waktu proses manipulasi glass ionomer cement tergantung dengan tipe glasionomer yang digunakan , berikut ini waktu0waktu yang dibutuhkan dari mixing time, working time serta setting time dari masing-masing bahan glass ionomer:
Tipe
Mixing time
Working time
Setting time
Luting dan lining
20 detik
2 menit
4 menit 30 detik
Restorasi
25-30 detik
2 menit
2 menit 20 detik
Restorasi posterio
25-30 detik
2 menit
2 menit 20 detik

Tatalaksana restorasi glass ionomer cement pada gigi yang engalami karies adalah sebagai berikut:
1.      Preparasi gigi yang mengalami karies
2.      Aplikasikan dentin conditioning dengan cairan glass ionomer yang diencerkan, aplikasikan pada kavitas selama 10=15 detik
3.      Bersihakan kavitas dan keringkan
4.      Manipulasi glass ionomer
5.      Aplikasikan ke dalam tumpatan dengan mengguankan plastis instrumen
6.      Oleskan varnish di atas tumpatan, biarkan 1-2 menit
       Menurut International journal of dental clinics 2011 dengan judul clinician’s choices of restorative materials for children in abha city, saudi arabia
"restoration of carious primary teeth is extremely important and significant not only for the healthy development and psychic state of the child but also for normal development of permanent teeth.  the study concluded that g.i.c was the material of choice for restoration of teeth in children followed by composite and amalgam", maka dapat disimpulkan bahwa glass ionomer cement merupakan bahan pilihan untuk restorasi gigi anak-anak.

                                                    glass ionomer cement

c.       AMALGAM
     Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefenisikan untuk menggambarkan kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri, perak, timah, tembaga, dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi.  Ketika powder alloy dan liquid merkuri dicampur, terjadi suatu reaksi kimia yang menghasilkan dental amalgam yang berbentuk bahan restorasi keras dengan warna perak abu – abu.

Komposisi dan fungsi unsur – unsur dental amalgam (Soraya,2010):
Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga, merkuri, platinum, dan seng. Unsur – unsur kandungan bahan restorasi amalgam tersebut memiliki fungsinya masing – masing, dimana sebagian diantaranya akan saling mengatasi kelemahan yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut
dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat.
Fungsi unsur – unsur kandungan bahan restorasi terdiri atas :
1. Silver berfungsi untuk memutihkan alloy, menurunkan creep, meningkatkan strength, meningkatkan setting ekspansion dan meningkatkan resistensi terhadap tarnis
2. Tin berfungsi mengurangi strength dan hardness, mengendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan terlalu cepat terjadi dan setting ekspansi tidak dapat ditoleransi, meningkatkan kontraksi, mengurangi resistensi terhadap tarnis dan korosi
3. Copper berfungsi meningkatkan ekspansi saat pengerasan dan meningkatkan strength dan hardness
4. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila campuran  amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses pemanipulasiannya. Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi pengerasan dan sifat – sifat amalgam. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsur – unsur penting seperti silver, copper ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat dengan penambahan zinc akan menjadi kurang palstis.
5. Merkuri dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%) ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang lebih cepat.
6. Palladium berfungsi mengeraskan alloy dan memutihkan alloy
7. Platinum berfungsi mengeraskan alloy dan meningkatkan resistensi terhadap korosi

 Klasifikasi Dental Amalgam
Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis yaitu  (Soraya,2010):
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu:
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium

2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu:
a. Microcut, dengan ukuran 10 – 30 μm.
b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 μm.

3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu
a. Alloy lathe-cut
Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur,
b. Alloy spherical
Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil. Alloy ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan
c. Alloy spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.

4. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu:
a. Alloy rendah copper (low copper alloy)
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper (4-5%), zinc (0-1%).
b. Alloy tinggi copper (high copper alloy)
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-1%).
Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:
a) Admixed/dispersi/blended alloys
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%), zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-4%).

5. Berdasarkan kandungan zinc1
a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.
b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.
    Pemakaian Dental Amalgam
Beberapa kegunaan bahan restorasi dental amalgam adalah sebagai berikut :
- Sebagai bahan restorasi permanen pada kavitas klas I, klas II, dan klas V dimana faktor estetis   bukanlah suatu hal yang penting.
- Dapat dikombinasikan dengan pin retentif untuk menempatkan mahkota.
- Dipergunakan dalam pembuatan die.
- Sebagai bahan pengisian saluran akar retrograde.
- Dilihat dari segi biokompatibilitasnya, amalgam memiliki adaptasi yang cukup baik pada jaringan di rongga mulut terutama email dari gigi tersebut.
                                                                      amalgam

Bahan Restorasi Tumpatan Secara Langsung
Bahan restorasi seperti ini memerlukan 2 atau lebih kunjungan, bentuknya bisa berupa crown (mahkota tiruan), jembatan, inlay atau onlay. Crown meliputi seluruh permukaan gigi yang tampak di rongga mulut, sedangkan inlay bentuknya lebih kecil dan melekat mengikuti bentuk gigi. Onlay mirip dengan inlay, tapi lebih besar, meliputi sebagian atau seluruh permukaan kunyah gigi. Sedangkan yang di maksud dengan jembatan di sini adalah restorasi yang menggantikan satu atau lebih gigi yang sudah hilang, serta meliputi gigi-gigi di sebelahnya yang digunakan sebagai penyangga (Soraya,2010).

a.       PORSELEN
Porselen digunakan sebagai inlay, onlay, crown atau veneer, Veneer adalah lapisan porselan sangat tipis yang ditempatkan pada gigi menggantikan email. Biasanya digunakan untuk memperbaiki penampilan gigi yang berwarna kurang baik. Bahan porselen sangat baik secara estetika karena warnanya yang sangat mirip dengan warna gigi. Pemasangan restorasi porselen beresiko pecah bila diletakkan dengan tekanan atau bila terbentur. Kekuatannya tergantung pada ketebalan porselen dan kemampuannya melekat pada gigi. Setelah melekat pada gigi, porselen sangat kuat, tapi akan mengikis gigi antagonisnya bila permukaannya kasar.

b.      LOGAM BERLAPIS PORSELEN
Dibandingkan dengan porselen, restorasi ini sangat kuat karena kombinasinya dengan kekuatan logam, karena itu sering digunakan untuk membuat crown atau jembatan.
Banyak struktur gigi yang harus diambil untuk memberi tempat bagi restorasi jenis ini. Kadang-kadang muncul rasa tidak nyaman bila terkena rangsang panas atau dingin di awal penggunaan dan beberapa orang menunjukkan reaksi alergi terhadap beberapa jenis logam yang digunakan dalam restorasi.

c.        ALLOY EMAS
Alloy emas terdiri dari emas, tembaga dan logam lain, terutama digunakan untuk crown, inlay, onlay dan jembatan. Alloy ini tahan karat. Kekuatannya yang besar sehingga sulit pecah maupun terkikis, memungkinkan dokter gigi untuk mengambil sesedikit mungkin struktur gigi yang akan direstorasi. Alloy ini tidak merusak gigi antagonis dan tidak pernah memunculkan reaksi alergi. Namun, warnanya tidak bagus karena tidak seperti warna gigi.

d.       ALLOY LOGAM
Alloy logam tampak seperti perak, digunakan sebagai crown, jembatan atau rangka gigi palsu. Bahan ini tahan karat, sangat kuat dan tidak mudah patah atau terkikis. Beberapa orang menunjukkan reaksi alergi terhadap bahan ini, dan merasa tidak nyaman terhadap panas dan dingin di awal penggunaan. Warnanya pun tidak baik karena tidak seperti warna gigi.

e.       CROWN, INLAI ATAU ONLAI DARI KOMPOSIT
Restorasi yang terbuat dari komposit ini dibuat di laboratorium gigi. Bahan yang digunakan sama dengan yang digunakan sebagai bahan tambalan. Keunggulannya dibanding porselen adalah tidak menyebabkan terkikisnya gigi lawan. Selain itu restorasi ini mudah pecah dan berubah warna.
 ONLEI dan INLEI
a.       Inlei
Tumpatan intrakoronal yang dibentuk di luar mulut dengan cara membuat model malam terlebih dahulu, kemudian dibuat dari logan atau bukan logam (porselin/akrilik) dan disemenkan pada kavitas yang telah dipreparasi. Indikasi inlei adalah karies luas tidak mungkin direstorasi amalgam kavitas kurang dari 1/3-1/2 antar tonjol gigi, resistensi tonjol gigi yang ada masih kuat.
b.      Onlei
Restorasi tumpatan tuang yang tersiri dari sebagian intra koronal dan sebagian ekstra koronal dengan tujuan untuk melindungi tonjol gigi. Indikasi onlei adalah lebar kavitas lebih dari 1/3-1/2 jarak antar tonjol gigi dan perlindungan tonjol diperlukan. Ratio panjang oklusoginggival : lebar tonjol palato/ linguobukal 1:1 tetapi tidak mencapai 2:1 perlindungan tonjol dipertimbangkan. Ratio panjang oklusoginggival : lebar tonjol lingual bukal lebih dari 2:1 perlindunan tonjol diharuskan (Bakar,2011).

     

Sedangkan tahapan pembuatan inlei dan onlei adalah sebagai berikut;
1.      Preparasi
Pada tahap ini dilakukan preparasi sesuai bahan dan pembuatan yang dilakukan. Untuk inlei/onlei emas dan logam menggunakan bevel chamfer, sedangkan untuk inlei/onlei porselein dan komposit bevel selain chamfer
2.      Pencetakan
Ada dua macam pencetakan, yaitu direct dan indirect. Untuk yang direct dilakukan dengan menggunakan malam yang dipanaskan (kavivtas diolesi vaselin atau varnish terlebih dahulu) atau menggunakan self cure acrylic. Untuk yang indirect, dengan menggunakan bahan cetak double impression. Untuk direct composit tidak perlu dilaukan pencetakan. Karena onlei atau inlei langsung dibuat di dalam mulut, dengan cara sebelum komposit di manipulasi manjadi inlei/onlei, gigi diolesi varnish /caseline terlebih dahulu.
3.      Tumpatan sementara
Lebih baik menggunakan seng okside eungenol. Pada pembuatan direct composit tidak dilakukan tahap ini.
4.      Sementasi
Sebelum dilakukan sementasi,dilakukan try in terlebih dahulu. Kemudian dilakukan sementasi bisa mengguanakn semen polikarboksilat dan semen seng fosfat untuk bahan emas, logam dan SIK tipe 1 untuk porcelain dan resin komposit. Bevel dibuat untuk mendapatkan kekuatan tepi, melindungi prisma email, dan mendapatkan hubungan tepi yang baik. Ada beberapa macam bevel yang dapat dibuat saat melakukan preparasi inlei ataupun onlei yaitu:
a.       Slight bevel: pengurangan sedikit pada email biasanya untuk restorasi resin komposit
b.      Short bevel: pada email sudut 45 derajat untuk inlei logam
c.       Long bevel: sampai dentinoenamel junction sudut kurang dari 45 derajat untuk inlei logam
d.      Full bevel: sampai dentin pada dasar kavitas untuk inlei akrilik dan porselin
 
Selain material restorasi dikenal juga material bioaktif (bioactive material), yaitu material yang mampu menstimulasi respon biologis spesifik pada titik kontak (interface) antara permukaan material dengan jaringan hidup dan atau cairan tubuh. Rekonstruksi dan perbaikan jaringan yang mengalami kerusakan atau kehilangan sebagian strukturnya telah melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti bidang teknik, farmasi, kimia, biologi, ilmu material, fisika, matematika, sehingga melahirkan terminologi baru yaitu bioengineering. Jenis material yang digunakan untuk tujuan tersebut didefinisikan sebagai biomaterial (Jurnal Teknosains,2013).






Daftar Pustaka:


Bakar, Abu.2011.Kedokteran Gigi Klinis,edisi 2.Yogyakarta:Penerbit Quantum Sinergis Media
Mukuan, Theo, Dinar, Wicaksono.2013. Gambaran Kebocoran Tepi Tumpatan Pasca Restorasi Resin Komposit Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Angkatan 2005-2007. 116 Jurnal E-Gigi (Eg), Volume 1, Nomor 2, September 2013, Hlm. 115-120 
Kusuma,Dedy.2014.Resensi Biomaterial Untuk Restorasi Fungsi Dan Estetika. Jurnal  teknosains.Vol.4,No.1,22 Desember 2014.
Rafi.A.Togoo,Zakirulla,Yasin,Mohammad.S.Al-Shaya,Nausheen.S.Khan.2013. Clinician’s Choices Of Restorative Materials For Children In Abha City, Saudi Arabia. International Journal Of Dental Clinics. Volume 3 Issue 3 July - September 2011:8-10.ISSN 0975-8437
Soraya.2010. Resin Komposit Sebagai Bahan Tambalan. Medan: Universitas Sumatera Utara

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS